GROBOG JATENG, Sragen — Kisah inspiratif datang dari Sragen, Jawa Tengah. Sigit Waskito Mungkasi, seorang perangkat desa yang juga berdagang ayam di pinggir jalan berhasil meraih gelar Magister Ilmu Hukum dari Universitas Slamet Riyadi. Sosoknya menjadi simbol perjuangan, membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah halangan untuk meraih pendidikan tinggi.
Pada Kamis (8/5/2025), dalam acara Wisuda Sarjana dan Pascasarjana yang digelar di The Sunan Hotel Surakarta, nama Sigit mencuri perhatian dari lebih dari 400 wisudawan. Ketekunannya yang luar biasa dalam membagi waktu antara tugas sebagai Kepala Dusun (Bayan) di Desa Sambirembe, Kecamatan Kalijambe, dan berdagang ayam keliling, menjadikan pencapaiannya patut diacungi jempol.
"Selama kita tetap berpikir positif dan husnudzon kepada Allah SWT, pasti ada jalan. Rezeki itu selalu datang dari arah yang tak disangka," ungkap Sigit dengan penuh keyakinan.
Setiap pagi, Sigit mengawali harinya dengan menjajakan ayam segar ke pelanggan di kampung-kampung sekitar. Meski lelah, ia tak pernah mengeluh. Baginya, berdagang adalah cara menjaga kemandirian ekonomi sambil tetap menjalankan tugas pelayanan masyarakat. Ia percaya bahwa pendidikan bukan sekadar simbol prestise, melainkan sarana untuk meningkatkan kualitas pengabdian.
Selain menjadi pamong desa, Sigit juga dikenal aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten Sragen. Dalam setiap perannya, baik sebagai pemimpin organisasi maupun pelayan masyarakat, Sigit selalu menekankan pentingnya ilmu dalam memperkuat niat pengabdian.
Hari wisuda menjadi momentum penuh makna bagi Sigit. Dengan langkah mantap, ia mengenakan toga dan menerima ijazah pascasarjana. Namun, yang lebih membanggakan bukanlah gelar di belakang namanya, melainkan nilai-nilai perjuangan yang menyertai setiap prosesnya. Ia ingin membuktikan bahwa siapa pun bisa menempuh pendidikan tinggi asalkan memiliki semangat dan ketekunan.
“Pengabdian tanpa ilmu ibarat berjalan dalam gelap—terus bergerak, tapi tak tentu arah,” katanya. Ungkapan itu ia pegang teguh dalam setiap langkah kehidupannya.
Kini, setelah menyandang gelar magister, Sigit tetap hidup sederhana. Ia tetap bangun pagi, berdagang ayam, dan melayani warga desa. Namun satu hal telah berubah: kini ia melangkah dengan pengetahuan yang lebih luas dan keyakinan yang lebih kuat untuk membangun desa dan bangsanya.
“Dengan pendidikan, kita bisa meningkatkan kualitas diri, memperkuat jati diri, dan tentu saja memperbesar kapasitas dalam melayani masyarakat,” ujarnya penuh semangat.
Kisah Sigit adalah pengingat bahwa gelar bukan hanya untuk kebanggaan pribadi, tapi juga sebagai bekal untuk memberi manfaat lebih besar. Ia bukan hanya seorang Bayan, bukan sekadar penjual ayam, bukan hanya aktivis—ia adalah bukti hidup bahwa ilmu dan kerja keras mampu mengubah nasib dan memberi terang bagi lingkungan sekitarnya.(Fahmi/Ida).