Sintawati di Sragen dan Simapres di Wonogiri: Jurus untuk Mengurai Rantai Kemiskinan


 


 

Sintawati di Sragen dan Simapres di Wonogiri: Jurus untuk Mengurai Rantai Kemiskinan

Rabu, 31 Januari 2024

Artikel Menulis - Agenda global, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) tahun 2030, menjadi peta jalan yang dirancang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan. TPB/SDGs menganut prinsip Universal, Integrasi, dan Inklusif dengan moto NO ONE LEFT BEHIND. Program ini melibatkan 17 tujuan dengan 169 target terukur yang telah disetujui oleh 193 negara anggota, termasuk Indonesia. Di antara tujuan tersebut, Pengentasan Kemiskinan dan Pendidikan Berkualitas memegang peranan sentral.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen menunjukkan komitmennya dalam mereduksi kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui program Siswa Pintar Warga Sukowati (Sintawati). Sejak 2012 hingga 2023, sebanyak 388 penerima beasiswa Sintawati telah menerima alokasi dana total Rp12,116 miliar. Anggaran tersebut mengalami peningkatan signifikan, mencapai Rp1,2 miliar/tahun di 2015–2023, memberikan sumbangsih berarti dalam upaya mengurangi ketidaksetaraan pendidikan.

Upaya serupa juga terukir di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri melalui program Sistem Seleksi Mahasiswa/Pemuda Berprestasi (Simapres). Dengan memberikan beasiswa senilai Rp12 juta/orang/tahun kepada 3.596 mahasiswa berprestasi sejak 2016–2022, Pemkab Wonogiri menegaskan komitmennya pada pendidikan berkualitas. Pada tahun 2023, anggaran program ini mencapai Rp10 miliar dengan kuota penerima mencapai 818 orang, menunjukkan peningkatan signifikan dalam mendukung akses pendidikan berkualitas.

Momen Bersama dalam Gathering Mahasintawati: Merenungkan Kesuksesan 12 Tahun Terakhir
Prayoga Aris Munandar, alumni beasiswa Sintawati, menjadi saksi hidup akan keberhasilan program ini. Sebagai pribadi yang berasal dari Desa Plosokerep, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, Prayoga tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk pendidikan di Universitas Diponegoro Semarang, tetapi juga menjadi inspirasi pengentasan kemiskinan di kampung halamannya. Kini, sebagai bagian dari salah satu BUMN ternama, Prayoga membuktikan bahwa pendidikan berkualitas dapat mengubah takdir hidup seseorang.
Gathering Mahasintawati, yang diselenggarakan pada Sabtu (27/01/2024) oleh UPTPK Pemerintah Kabupaten Sragen, menjadi panggung di mana Prayoga menyampaikan esensi sejati dari beasiswa Sintawati. Tidak hanya sebagai pembiayaan pendidikan pribadi, namun Prayoga menekankan peran strategis beasiswa ini dalam memutus mata rantai kemiskinan di Sragen. Acara ini bukan hanya sekadar silaturahmi, melainkan juga momen untuk merenungkan kesuksesan program beasiswa selama 12 tahun terakhir.

Kemiskinan: Masalah Klasik yang Terus Berkembang
Kemiskinan, sebagai masalah klasik, menjadi fokus pemerintah Indonesia. Dengan target penghapusan hingga nol persen pada tahun 2024, Presiden Joko Widodo menandai prioritasnya untuk menyelesaikan tantangan ini. 

Teori Lingkaran Setan Kemiskinan oleh Nurkse (dalam Kuncoro, 2006) mencerminkan kompleksitas faktor-faktor ekonomi dan sosial yang saling memperkuat, membentuk suatu lingkaran setan yang sulit diputuskan. Salah satunya adalah rendahnya tingkat pendidikan, yang menjadi pemicu utama kemiskinan.

Pendidikan sebagai Kunci Pengentasan
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menegaskan korelasi antara tingkat pendidikan dan tingkat kemiskinan. Rumah tangga miskin dengan tingkat pendidikan rendah cenderung menghadapi risiko kemiskinan yang lebih tinggi. Di Aceh, Majid (2014) menemukan bahwa tingkat kemiskinan sangat tinggi, mencapai 20 persen, karena rendahnya tingkat pendidikan di beberapa kabupaten/kota.
Ustama (2009) merujuk Jeffrey Sachs di dalam bukunya The End of Proverty, salah satu mekanisme dalam penuntasan kemiskinan ialah pengembangan human capital terutama pendidikan dan kesehatan.
Ustama (2009), merujuk pada Nosick dan Jeffrey Sachs mengemukakan enam paket penuntasan kemiskinan, yaitu: 1) Kapital manusia (human capital) terutama dalam kesehatan, gizi, dan ketrampilan yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. 2) Kapital bisnis (business capital), sarana-sarana yang diperlukan Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam transportasi untuk pertanian, industri dan servis. 3) Infrastruktur: jalan, tenaga listrik, air minum, sanitasi, dsb. 4) Kapital alamiah (natural capital) berupa tanah pertanian, biodipersitas. 5) Kapital lembaga-lembaga publik seperti hukum dagang, hukum peradilan, pelayanan pemerintah. 6) Kapital ilmu pengetahuan (knowledge capital) berupa know how ilmu dan teknologi yang meningkatkan produktivitas yang dapat meningkatkan natural capital. Pendekatan ekonomis ini melihat masalah pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan produktivitas.

Mengacu penjelasan di atas, pendidikan bukan hanya alat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tetapi juga investasi jangka panjang dalam pengurangan kemiskinan. Gillis (2000) menggarisbawahi dua alasan mengapa pendidikan penting: tingginya permintaan karena dianggap menguntungkan, dan hasil observasi yang menunjukkan hubungan positif antara tingkat pendidikan, pendapatan, dan status sosial.

Meresapi Dampak Positif: Pengalaman Pribadi
Sebagai alumni beasiswa Sintawati angkatan pertama tahun 2012, pengalaman pribadi saya menjadi saksi keberhasilan nyata program ini. Beasiswa tidak hanya memberikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan tinggi, tetapi juga membuka pintu menuju Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Grobogan. Kisah ini mencerminkan bagaimana investasi dalam pendidikan berkualitas dapat mengarah pada perubahan hidup yang positif.

Gotong Royong untuk Pendidikan Berkualitas dan Pengentasan Kemiskinan
Pendidikan bukan hanya sekadar investasi pada tingkat personal, tetapi juga merupakan penanaman modal untuk masa depan kolektif masyarakat. Melalui tekad bersama, tentu kita berharap agar program beasiswa sejenis dengan Sintawati, Simapres, atau yang serupa dapat terus berlanjut, memberikan kesempatan dan harapan yang tak terputus bagi generasi mendatang.
Peran serta aktif masyarakat dan sektor swasta sangat diperlukan dalam usaha mengatasi kemiskinan, terutama melalui sektor pendidikan. Ini tidak hanya mencerminkan empati mendalam kita sebagai warga Bangsa Indonesia, tetapi juga menggambarkan semangat gotong-royong dan penerapan prinsip silih asih, silih asuh, dan silih asah. Pendekatan ini menjadi langkah nyata dalam mendukung visi Presiden Joko Widodo untuk memberantas kemiskinan ekstrem hingga mencapai nol persen pada tahun 2024.

Dalam upaya pengentasan kemiskinan, pendidikan tidak hanya dianggap sebagai alat, melainkan juga sebagai dasar perubahan yang substansial. Mari bersama-sama mengambil langkah positif, menghadirkan perubahan positif melalui pendidikan, dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan dari belenggu kemiskinan yang diidamkan oleh seluruh rakyat.
Top of Form



Penulis:
Johan Saputro, S.I.Kom.
Alumni Mahasintawati, 
kini bekerja sebagai Pranata Humas Ahli Pertama Pemkab Grobogan
Email: johansaputro90@gmail.com
WA: 085642412430
Top of Form