GROBOG JATENG, Blora – Peluang peningkatan produksi minyak dan gas bumi melalui pengelolaan sumur tua, sumur rakyat, dan sumur idle dinilai membuka jalan bagi keterlibatan masyarakat secara legal. Mantan Ketua DPRD Kabupaten Blora, Jawa Tengah, angkat bicara terkait potensi ini, mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 14 Tahun 2025.
Permen tersebut memperbolehkan masyarakat untuk mengelola sumur minyak rakyat, memberikan dasar hukum bagi aktivitas yang selama ini banyak dilakukan secara informal.
"Melihat peluang itu dan sepakat bersama teman-teman para mantan kades dan anggota DPRD yang berasal dari kades, untuk membuat koperasi dengan tujuan bila izinnya sudah keluar semua, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, maka kami akan memberikan kepada para penambang yang belum mempunyai izin. Baik itu sumur rakyat, sumur tua, ataupun sumur idle," ujarnya, Selasa (29/7/2025).
Ia menambahkan, koperasi yang dibentuk akan berperan sebagai fasilitator bagi masyarakat yang belum memiliki legalitas usaha pertambangan minyak.
"Cuma kita di sini hanya berdiri dan bergerak untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang tidak punya izin. Kita itu koperasi, kalau memang ada dana/modal, ya mungkin mau mengerjakan sendiri. Tapi kalau tidak, ya sudah kita mengikuti saja. Artinya, siapa yang punya modal, itu nantinya kita kerja sama, baik itu dengan kita sendiri, maupun kita kolaborasi dengan BPE maupun KUD yang sudah mempunyai izin," lanjutnya.
Menurutnya, saat ini masih dilakukan pendataan sumur-sumur baru selama empat bulan ke depan. Pendataan ini penting untuk memastikan validitas dan legalitas lokasi sumur sebelum dilakukan produksi.
"Ini untuk sumur baru masih pendataan selama 4 bulan. Sebelum 4 bulan ini harus tertata terlebih dulu. Setelah terdata, nanti ada tim dari SKK Migas dan tim Pertamina turun untuk mengecek sumur-sumur itu. Kemudian, betul apa tidak, sesuai dengan koordinatnya atau tidak, boleh diproduksi apa tidak, cara memproduksi apakah cukup dengan cara-cara tradisional atau mungkin ditambah teknis atau bagaimana," jelasnya.
Ia juga menegaskan, legalitas koperasi masih dalam proses dan belum sepenuhnya rampung. "Jadi ini kita sifatnya menjaring, supaya nanti apabila mereka memang betul mendapat minyak itu, ya kita gandeng. Tapi kita izinnya belum keluar semua. Izin kita baru di tahap KEMENKUMHAM. Setelah KEMENKUMHAM nanti kita lihat, apakah ini perlu izin-izin yang lain, seperti izin di SKK Migas, izin di ESDM maupun izin di Pertamina," ungkapnya lagi.
Namun, pihaknya masih mencari kejelasan lebih lanjut terkait definisi koperasi atau UMKM sebagaimana tertuang dalam Permen ESDM. "Nah ini kita juga belum jelas tentang Permen ESDM tersebut. Yang dimaksud koperasi atau UMKM ini seperti apa. Apakah itu juga harus ada izin khusus untuk menambang atau sekadar semua koperasi diperbolehkan. Yang penting semuanya nanti masuk ke Pertamina EP Cepu," tuturnya.
Ia mengungkapkan, selama ini para penambang di Blora bergantung pada BUMD dan KUD, mengingat regulasi sebelumnya masih mengacu pada PP Nomor 1 Tahun 2008, yang kini telah dicabut dan digantikan oleh PP Nomor 63 Tahun 2019. Namun demikian, dengan lahirnya Permen ESDM 14 Tahun 2025, peluang bagi koperasi dan UMKM menjadi lebih terbuka.
"Kita selama ini tidak menjamah sampai di situ, tetapi kita menunggu. Izinnya saja yang kita urus," tandasnya.
Mengenai data sumur, ia menjelaskan bahwa ke depan tidak akan ada penambahan sumur baru setelah proses pendataan rampung. "Dan nanti setelah terdata, ke depan tidak boleh menambah sumur lagi. Makanya sekarang seolah-olah, Blora itu membuat sumur sebanyak-banyaknya, padahal minyak itu sulit," jelas Kusnanto.
Ia menutup dengan refleksi pribadi mengenai bisnis minyak. "Saya sendiri sudah lama bisnis. Bisnis minyak itu bisnis sama Tuhan. Artinya minyak itu kan di dalam bumi. Seumpama kalau diri kita itu bernasib baik, ya kita akan berhasil. Tapi kalau kita tidak punya nasib baik, ya kita susah," pungkasnya.
Untuk diketahui. Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 mengatur kerja sama pengelolaan wilayah kerja untuk peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Regulasi ini membuka peluang bagi masyarakat untuk bekerja sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dalam upaya legalisasi dan optimalisasi sumur-sumur rakyat.
Sementara itu, PP Nomor 1 Tahun 2008 yang sebelumnya menjadi dasar hukum pengelolaan sumur tua, telah dicabut dan digantikan oleh PP Nomor 63 Tahun 2019, yang lebih menyesuaikan perkembangan kebijakan investasi dan pengelolaan energi nasional. (Lik/Ida/Red).