BLORA, Grobog Jateng- Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Tambang Indonesia (DPD APTI) Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menyuarakan tuntutan tegas kepada Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, untuk segera merevisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW).
Tentunya, tuntutan tersebut bukan tanpa alasan, karena hal ini di tengah dorongan isu nasional untuk mempercepat investasi dan membuka keran legalitas tambang rakyat. Dan, utamanya untuk pertambangan galian C (non-minerba) yang selama ini terkatung-katung dalam wilayah abu-abu regulasi.
Ketua DPD APTI Blora, Supriono yang didampingi Humas DPP APTI Bambang Sartono, pada awak media ini, Selasa (24/6/2025), menuturkan bahwasanya
banyak area tambang Galian C di wilayah kota dengan julukan penghasil minyak serta jati yang belum memiliki IUP Produksi, tapi tetap melakukan penambangan.
“Pemerintah Pusat melalui Menteri ESDM yang baru, Pak Bahlil Lahadalia, sudah membuka akses deregulasi tambang rakyat. Tapi di daerah, terutama Blora, kami masih tertahan hanya karena satu hal: Perda RT-RW yang tidak memberi ruang legal untuk zona tambang galian C,” ucapnya.
Pihaknya juga menilai, ada ironi besar yang terjadi di Blora. Aktivitas penggalian tanah urug, batu, dan pasir tetap berjalan secara masif di banyak titik seperti di Kecamatan Japah, Kunduran, dan Bogorejo. Namun karena tidak ada dasar peruntukan ruang, maka izin tidak bisa dikeluarkan oleh dinas teknis.
Dimana, saat ini menurutnya kegiatan tambang masih jalan terus. Dirinya menduga PAD tidak masuk. “Akhirnya apa? Tambangnya tetap jalan, tapi semua ilegal. Tidak ada retribusi, tidak ada pajak masuk ke PAD. Sementara masyarakat dan pemerintah desa hanya jadi penonton. Ini yang harus diakhiri,” ungkapnya.
Supriono mengungkapkan, Dewan Pimpinan Daerah APTI Kabupaten Blora sempat melakukan audensi dengan DPRD kabupaten setempat, pada Selasa, (25 Juni 2024). Dimana, dalan audiensi ini, membahas efektivitas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Peraturan ini dinilai merugikan para pengusaha tambang galian C, serta berdampak pada minimnya pajak yang diterima untuk PAD.
Hal ini menurutnya, bisa berdampak, sekitar 18 pengusaha tambang di Kabupaten Blora, terancam ditolak pengajuan izinnya karena ketidaksesuaian dengan peraturan tersebut. (Lik/AN/Red).